Ketika Dokter Kalah Cepat: Revolusi Sunyi AI di Dunia Medis

Ketika Dokter Kalah Cepat: Revolusi Sunyi AI di Dunia Medis


Ketika Mesin Membaca Tubuh Manusia Lebih Cepat dari Dokternya

Missouri, Amerika Serikat, suatu malam yang gerah. Courtney, seorang ibu muda, memandang putranya yang meringis kesakitan. Berbulan-bulan ia berpindah dari satu klinik ke rumah sakit lain, mencari jawaban atas penyakit yang tak kunjung terdiagnosis. Sampai akhirnya, dengan rasa putus asa, ia mengetikkan gejala putranya ke sebuah chatbot: ChatGPT.

Dalam hitungan detik, sebuah istilah asing muncul: tethered cord syndrome. Diagnosis langka ini kemudian dikonfirmasi dokter spesialis. “AI itu lebih cepat dari semua dokter yang saya temui,” katanya kepada TIME.

Kisah Courtney hanyalah secuil dari revolusi senyap yang kini melanda dunia kedokteran. Bukan lagi soal mesin pengukur tekanan darah otomatis atau CT scan digital. Kini, kecerdasan buatan—terutama generative AI—telah menyusup ke ruang praktik, laboratorium, bahkan meja operasi.

Dan bagi sebagian kalangan, ini bukan hanya tentang inovasi. Ini tentang perebutan masa depan profesi dokter itu sendiri.

Klinik dalam Genggaman

Sejak model AI seperti GPT-4o, Med-PaLM 2, hingga Claude diluncurkan, kapasitas mesin untuk “berpikir medis” meningkat pesat.

Bukan sekadar menjawab pertanyaan kesehatan umum, melainkan menganalisis ratusan jurnal medis dalam waktu sekejap, merangkum riwayat medis kompleks, hingga membantu diagnosis kasus-kasus langka yang membingungkan dokter manusia.



Finance

Jasa Import Door to Door

Cek Ongkir Cargo

Berita Teknologi

Seputar Teknologi

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *